Tahun
2015 bakal menjadi tahun yang penuh tantangan sekaligus peluang bagi para
pengusaha lokal, baik pebisnis berskala besar maupun para pelaku
usaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sebab, pada saat itulah
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan bergulir. Ini merupakan kesepakatan antara
Indonesia bersama dengan sembilan negara ASEAN lainnya membuat pasar tunggal.
Dengan begitu, kebijakan ini memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa
dengan mudah ke negara lain di seluruh Asia Tenggara.
Pada satu
sisi, ini bisa menjadi peluang bagi pengusaha lokal untuk ekspansi usaha ke
luar negeri. Namun, serbuan produk dan jasa ke dalam negeri juga bisa menjadi
ancaman serius jika para pengusaha lokal tidak memiliki daya saing yang
kuat.
Tentu,
harapannya Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri yang juga mampu
merangsek pasar internasional. Nah, agar bisa memiliki dasar bisnis yang
kuat, khususnya di sektor usaha yang bersistem waralaba, ada beberapa poin
penting yang harus diperhatikan.
Bije
Widjajanto, Pengamat Waralaba dari Ben WarG Consulting Franchising and Business
mengatakan, sebelum memutuskan untuk membeli sistem bisnis dan
menggunakan merek dagang lewat sistem waralaba, pertama, calon investor
harus aktif mencari informasi kepada mitra usaha yang sudah lebih dulu
bergabung.
Ini penting
untuk mengetahui apakah bisnis yang
dibeli menguntungkan dan layak dijalankan. Tahapan ini bisa dibilang sebagai
seleksi awal membeli waralaba. Kedua, cari tahu komitmen pemilik waralaba
(pewaralaba) terkait komitmen mereka dalam membesarkan usaha dan mendukung para
mitra usahanya.
Ketiga,
cermati target pasar yang dituju berikut juga dengan pemilihan lokasi usaha
nantinya. Selain mempersiapkan diri untuk pasar lokal, persaingan waralaba di
pasar bebas tahun depan pun akan makin sengit dengan mulai diberlakukannya MEA.
Amir Karamoy,
Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi KADIN, mengatakan, pewaralaba dari
negara-negara ASEAN sudah ancang-ancang akan masuk ke Indonesia, seperti
Thailand dan Filipina. Sebagian besar, waralaba asing ini agresif menyasar
sektor food and beverages (F&B).
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi
kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang
bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor
yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul
tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang
diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu,
tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul
dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke
Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan
produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya
akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat
menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI)
yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi,
penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital)
dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi
tersebut dapat memunculkan exploitation
risk. Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat
sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap
ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia
sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan
negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang
dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan
regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi
alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat
kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak
tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka
ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari
pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan
tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk
mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini
dapat memunculkan risiko
ketenagakarejaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan
produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal
dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi
Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN
(Republika Online, 2013).
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia
memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri
sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki
banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah
diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan
dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi
risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara
otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara
fisik dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya
peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di
Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri di
tahun 2015 mendatang.
sumber:
http://crmsindonesia.org/node/624.
http://palembang.tribunnews.com/2015/01/03/2015-peluang-bisnis-bagi-pengusaha-lokal-ekspansi-ke-luar-negeri