PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI
Kode Etik Advokat (Pengacara)
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dengan:
a.
Advokat adalah orang
yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang
memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai
Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai
konsultan hukum.
b.
Klien adalah orang,
badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa dan atau bantuan hukum dari
Advokat.
c.
Teman sejawat adalah
orang atau mereka yang menjalankan praktek hukum sebagai Advokat sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
d.
Teman sejawat asing
adalah Advokat yang bukan berkewarganegaraan Indonesia yang menjalankan praktek
hukum di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e.
Dewan kehormatan adalah
lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi advokat yang berfungsi
dan berkewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik Advokat sebagaimana
semestinya oleh Advokat dan berhak menerima dan memeriksa pengaduan terhadap
seorang Advokat yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat.
f.
Honorarium adalah
pembayaran kepada Advokat sebagai imbalan jasa Advokat berdasarkan kesepakatan
dan atau perjanjian dengan kliennya.
BAB II
KEPRIBADIAN ADVOKAT
Pasal 2
Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam
mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan
mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum,
Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah
jabatannya.
Pasal 3
a.
Advokat dapat menolak
untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan
jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan
keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak
dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis
kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
b.
Advokat dalam melakukan
tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi
lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
c.
Advokat dalam
menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh
siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum
Indonesia.
d.
Advokat wajib memelihara
rasa solidaritas diantara teman sejawat.
e.
Advokat wajib memberikan
bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam
suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi
profesi.
f.
Advokat tidak dibenarkan
untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan
martabat Advokat.
g.
Advokat harus senantiasa
menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile).
h.
Advokat dalam
menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib
mempertahankan hak dan martabat advokat.
i.
Seorang Advokat yang
kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif
dan judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai Advokat dan tidak
diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh
kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia
menduduki jabatan tersebut.
BAB III
HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Pasal 4
a.
Advokat dalam
perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b.
Advokat tidak dibenarkan
memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang
diurusnya.
c.
Advokat tidak dibenarkan
menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.
d.
Dalam menentukan
besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
e.
Advokat tidak dibenarkan
membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f.
Advokat dalam mengurus
perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara
untuk mana ia menerima uang jasa.
g.
Advokat harus menolak
mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h.
Advokat wajib memegang
rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara
kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan
antara Advokat dan klien itu.
i.
Advokat tidak dibenarkan
melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan
posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang
tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.
j.
Advokat yang mengurus
kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri
sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian
hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
k.
Hak retensi Advokat
terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan
klien.
BAB IV
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT
Pasal 5
a.
Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling
menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
b.
Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain
dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan
baik secara lisan maupun tertulis.
c.
Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap
bertentangan dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan
untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau
cara lain.
d.
Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman
sejawat.
e.
Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat
menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada
Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya
apabila masih ada terhadap Advokat semula.
f.
Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang
baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan
yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi
Advokat terhadap klien tersebut.
BAB V
TENTANG SEJAWAT ASING
Pasal 6
Advokat asing yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku menjalankan profesinya di Indonesia tunduk
kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.
BAB VI
CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA
Pasal 7
a.
Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu
perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali
surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan "Sans
Prejudice ".
b.
Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar
Advokat akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai
bukti dimuka pengadilan.
c.
Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi
hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia
menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat "ad informandum"
maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau
dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.
d.
Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi
hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.
e.
Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang
diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum
dalam perkara pidana.
f.
Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai
suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara
tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.
g.
Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang
dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara
yang menjadi tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang
tertutup yang dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk
itu memiliki imunitas hukum baik perdata maupun pidana.
h.
Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-Cuma
(pro deo) bagi orang yang tidak mampu.
i.
Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan
mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.
BAB VII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK
Pasal 8
a.
Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile),
dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan
sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada
dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik ini.
b.
Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang
termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan! atau bentuk yang
berlebih-lebihan.
c.
Kantor Advokat atau cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat
yang dapat merugikan kedudukan dan martabat Advokat.
d.
Advokat tidak dibenarkan mengizinkan orang yang bukan Advokat mencantumkan
namanya sebagai Advokat di papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang
yang bukan Advokat tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.
e.
Advokat tidak dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawannya yang tidak
berkualifikasi untuk mengurus perkara atau memberi nasehat hukum kepada klien
dengan lisan atau dengan tulisan.
f.
Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publitas bagi dirinya
dan atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya
sebagai Advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali
apabila keteranganketerangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan
prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.
g.
Advokat dapat mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya
apabila timbul perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan
perkara dengan kliennya.
h.
Advokat yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari
suatulembaga peradilan, tidak dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara
yang diperiksa pengadilan tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun
semenjak ia berhenti dari pengadilan tersebut.
BAB VIII
PELAKSANAAN KODE ETIK
Pasal 9
a.
Setiap Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini.
b.
Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilakukan oleh Dewan
Kehormatan.
BAB IX
DEWAN KEHORMATAN
Bagian Pertama
KETENTUAN UMUM
Pasal 10
1.
Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode
Etik yang dilakukan oleh Advokat.
2.
Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu:
a.
Tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
b.
Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.
3.
Dewan Kehormatan Cabang/daerah memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan
Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.
4.
Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan kepada:
a.
Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dimana teradu sebagai anggota pada tingkat
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah;
b.
Dewan Pimpinan Pusat pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana
teradu sebagai anggota;
c.
Pengadu/Teradu.
Bagian Kedua
PENGADUAN
Pasal 11
1.
Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa
dirugikan, yaitu:
a.
Klien.
b.
Teman sejawat Advokat.
c.
Pejabat Pemerintah.
d.
Anggota Masyarakat.
e.
Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dari organisasi profesi dimana Teradu
menjadi anggota.
2.
Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan
Pimpinan Cabang/Daerah dapat juga bertindak sebagai pengadu dalam hal yang
menyangkut epentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk
itu.
3.
Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap
Kode Etik Advokat.
Bagian Ketiga
TATA CARA PENGADUAN
Pasal 12
1.
Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik
Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya
kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada dewan Pimpinan Cabang/Daerah
atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.
2.
Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/Daerah Organisasi, pengaduan
disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan
Pusat.
3.
Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah, maka
Dewan Pimpinan Cabang/Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.
4.
Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan
Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu
baik langsung atau melalui Dewan Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.
Bagian Bagian Keempat
PEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA OLEH DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 13
1.
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan tertulis yang
disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu, menyampaikan surat
pemberitahuan selambatlambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari dengan surat
kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan
menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
2.
Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus
memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
yang bersangkutan, disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu.
3.
Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak memberikan
jawaban tertulis, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan
kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal surat peringatan tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis,
maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.
4.
Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur di atas dan
dianggap telah melepaskan hak jawabnya, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dapat
segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
5.
Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan
menyampaikan panggilan secara patut kepada pengadu dan kepada teradu untuk
hadir dipersidangan yang sudah ditetapkan tersebut.
6.
Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan
paling tambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
7.
Pengadu dan yang teradu:
a.
Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain,
yang jika dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasehat.
b.
Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
8.
Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
a.
Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
b.
Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau
hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung
dengan kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali
pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang
pasti.
c.
Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau
pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan
saksi-saksi akan didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
9.
Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
a.
Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
b.
Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau
hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung
dengan kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali
pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang
pasti.
c.
Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau
pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan
saksi-saksi akan didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
Bagian Kelima
SIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 14
1.
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah bersidang dengan Majelis yang terdiri
sekurangkurangnya atas 3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai
Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil.
2.
Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota
Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum
serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
3.
Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang khusus
dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua,
4.
Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan membuat
atau menyuruh membuat berita acara persidangan yang disahkan dan ditandatangani
oleh Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu.
5.
Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan
dalam sidang terbuka.
Bagian Keenam
CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 15
1.
Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat
bukti dan keterangan saksi-saksi maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil
Keputusan yang dapat berupa:
a.
Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
b.
Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan
sanksisanksi kepada teradu;
c.
Menolak pengaduan dari pengadu.
2.
Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan
menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
3.
Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan
mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak
yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu
persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
4.
Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan
keberatan yang dilampirkan didalam berkas perkara.
5.
Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila
berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan
yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
SANKSI-SANKSI
Pasal 16
1.
Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
a.
Peringatan biasa.
b.
Peringatan keras.
c.
Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
d.
Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
2.
Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
a.
Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat.
b.
Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi
kembali melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang
pernah diberikan.
c.
Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya
berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau
bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi
melakukan pelanggaran kode etik.
d.
Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan
pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat
kehormatan profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang
mulia dan terhormat.
3.
Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti
larangan untuk menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan.
4.
Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu
tertentu dan atau pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan
kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.
Bagian Kedelapan
PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN
Pasal 17
Dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan
keputusan Dewan kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan kepada:
a.
Anggota yang diadukan/teradu;
b.
Pengadu;
c.
Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dari semua organisasi profesi;
d.
Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
e.
Dewan Kehormatan Pusat;
f.
Instansi-instansi yang dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai
kekuatan hukum yang pasti.
Bagian Kesepuluh
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 18
1.
Apabila pengadu atau teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut
kepada Dewan Kehormatan Pusat.
2.
Pengajuan permohonan banding beserta Memori Banding yang sifatnya wajib,
harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua
puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
3.
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima Memori Banding yang bersangkutan
selaku pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusus/tercatat
kepada pihak lainnya selaku terbanding.
4.
Pihak terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya
dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
5.
Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra
Memori Banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.
6.
Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara
dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut
diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah kepada dewan Kehormatan Pusat.
7.
Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
8.
Dewan kehormatan Pusat memutus dengan susunan Majelis yang terdiri
sekurangkurangnya 3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah
ganjil yang salah satu merangkap Ketua Majelis.
9.
Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota
Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum
serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
10. Majelis dipilih dalam
rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus diadakan untuk itu yang dipimpin oleh
Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan
lainnya yang tertua.
11. Dewan Kehormatan Pusat
memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara, tetapi jika
dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan
atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
12. Dewan Kehormatan Pusat
secara prorogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan langsung dari suatu
perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal saja
permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak agar
perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan Pusat.
13. Semua ketentuan yang
berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding
oleh Dewan Kehormatan Pusat.
Bagian Kesepuluh
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 19
1.
Dewan Kehormatan Pusat dapat menguatkan, merubah atau membatalkan keputusan
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dengan memutus sendiri.
2.
Keputusan Dewan kehormatan Pusat mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan
dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari, tanggal
dan waktunya telah diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang
bersangkutan.
3.
Keputusan Dewan Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat yang tidak dapat
diganggu gugat dalam forum manapun, termasuk dalam MUNAS.
4.
Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan
diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Pusat harus disampaikan kepada:
a.
Anggota yang diadukan/teradu baik sebagai pembanding ataupun terbanding;
b.
Pengadu baik selaku pembanding ataupun terbanding;
c.
Dewan Pimpinan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
d.
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
e.
Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
f.
Instansi-instansi yang dianggap perlu.
5.
Apabila seseorang telah dipecat, maka Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi
untuk memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.
Bagian Kesebelas
KETENTUAN LAIN TENTANG DEWAN KEHORMATAN
Pasal 20
Dewan Kehormatan
berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur tentang Dewan Kehormatan
dalam Kode Etik ini dan atau menentukan hal-hal yang belum diatur didalamnya
dengan kewajiban melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi
agar diumumkan dan diketahui oleh setiap anggota dari masing-masing organisasi.
BAB X
KODE ETIK & DEWAN KEHORMATAN
Pasal 21
Kode Etik ini adalah
peraturan tentang Kode Etik dan Ketentuan Tentang Dewan Kehormatan bagi mereka
yang menjalankan profesi Advokat, sebagai satu-satunya Peraturan Kode Etik yang
diberlakukan dan berlaku di Indonesia.
BAB XI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 22
1.
Kode Etik ini dibuat dan diprakarsai oleh Komite Kerja Advokat Indonesia,
yang disahkan dan ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan
Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI),
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar
Modal (HKHPM) yang dinyatakan berlaku bagi setiap orang yang menjalankan
profesi Advokat di Indonesia tanpa terkecuali.
2.
Setiap Advokat wajib menjadi anggota dari salah satu organisasi profesi
tersebut dalam ayat 1 pasal ini.
3.
Komite Kerja Advokat Indonesia mewakili organisasi-organisasi profesi
tersebut dalam ayat 1 pasal ini sesuai dengan Pernyataan Bersama tertanggal 11
Februari 2002 dalam hubungan kepentingan profesi Advokat dengan lembaga-lembaga
Negara dan pemerintah.
4.
Organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini akan
membentuk Dewan kehormatan sebagai Dewan Kehormatan Bersama, yang struktur akan
disesuaikan dengan Kode Etik Advokat ini.
Pasal 23
Perkara-perkara pelanggaran kode etik yang
belum diperiksa dan belum diputus atau belum berkekuatan hukum yang tetap atau
dalam pemeriksaan tingkat banding akan diperiksa dan diputus berdasarkan Kode
Etik Advokat ini.
Contoh kasus pelanggaran kode etik profesi
Surabaya –
Pengacara senior Hasnudi (nama samaran) diberhentikan secara tetap sebagai
advokat melalui keputusan perkara No 11/DKP/Peradi/IV/2012 atas perkara No
44GPERADI;DK-JATIM/2013 oleh majelis kehormatan daerah Perhimpunan Advokat Indonesia
(PERADI) Jakarta, sejak Selasa 03/05/2016) silam.
Keputusan
PERADI tersebut keluar lantaran Hasnudi dinilai tidak menjalankan tugasnya
sebagai advokat secara baik atau melanggar kode etik sebagai advokat saat
menangani kasus keluarga Murdi (nama samaran) terkait perkara penganiayaan di
Polrestabes Surabaya.
Keputusan
pemberhentian atas advokat yang berkantor di Jalan Indah, Surabaya ini diambil
dalam sidang majelis kehormatan Peradi di kantor Peradi, Gedung Ariobimo
Center, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Sidang
pembacaan putusan tindakan pelanggaran kode etik UU No 18\/2003 tentang kode
etik advokat tersebut dipimpin ketua majelis hakim Dewan Kehormatan Peradi
Pusat dengan hakim anggota.
Advokat Hasnudi(nama
samaran) sebagai teradu 1 terbukti melanggar ;
1.Pasal 6 huruf A UU No 18/2003 tentang Advokat.
2. Melanggar sumpah dan jani advokat dan kode etik profesi advokat sesuai pasal
6 huruf F dan larangan rangkap jabatan yang bertentangan dengan pasal 3 ayat 1
huruf 9 UU No 18/2003 tentang advokat juncto pasal 3 huruf G UU 2/2014 tentang
perubahan atas UU No 30/2004 tentang Jabatan Notaris.
Hasnudi
(nama samaran) dalam putusan tersebut juga diperintahkan agar menyerahkan
kembali Kartu Tanda Pengenal Advokat yang diterbitkan oleh Sekertaris Dewan
Kehormatan PERADI Jawa Timur.
Atas
putusan ini, Hasnudi(nama samaran) diberi kesempatan untuk banding dalam waktu
21 hari.
Seperti
diberitakan sebelumnya, Advokat Hasnudi (nama samaran) terjerat kasus penipuan
bermula dari adanya permasalahan hukum yang dialami Musi bersama Sri (nama
samaran ,istri), Alvin (nama samaran, anak) serta Thi (nama samaran,temannya).
Mereka dilaporkan oleh Juniwanti Sugihman atas tuduhan penganiayaan,
pengeroyokan, serta pengerusakan.
Saat
itu, Hasnudi(nama samaran) ditunjuk sebagai pengacara kasus mereka. Nah, ditengah
proses hukum itulah, Hasnudi (nama samaran) mengaku bisa menghentikan kasus
tersebut dan meminta uang ratusan juta untuk mengkondisikan kepolisian.
Namun
setelah uang diberikan sebesar Rp 165 juta, mereka justru ditetapkan sebagai
tersangka oleh Polrestabes Surabaya. Advokat Hairanda pun lari dari tanggung
jawabnya, hingga akhirnya dilaporkan ke polisi telah melakukan penipuan.
Rabu
(2/9/2015), Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Mahdi
(nama samaran), menyatakan pengacara Hasnudi (nama samaran) terbukti melakukan
tindak pidana penipuan. Dan menjatuhi hukuman pidana selama 6 bulan penjara
pada Hasnudi (nama samaran).
Rabu
(20/1/2016), Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya yang diketuai Nanang (nama
samaran) justru menjatuhkan hukuman lebih berat menjadi 2 tahun penjara kepada
Advokat Hasnudi. (Han/Son)
Tanggapan :
Menurut
saya dalam kasus diatas, kode etik yang dilanggar oleh seorang advokat atau
pengacara adalah :
1.
kode etik pasal
2, karena didalam pasal 2 dijelaskan bahwa seorang advokat haruslah bersikap
jujur dalam menegakkan keadilan.
2.
pasal 4 yang
dijelaskan bahwa advokat tidak boleh meninggalkan tugas yang dibebankan
kepadanya yang merugikan klien
3.
Pasal 6 huruf A UU No 18/2003 tentang
Advokat
4.
Melanggar sumpah dan jani advokat dan
kode etik profesi advokat sesuai pasal 6 huruf F dan larangan rangkap jabatan
yang bertentangan dengan pasal 3 ayat 1 huruf 9 UU No 18/2003 tentang advokat
juncto pasal 3 huruf G UU 2/2014 tentang perubahan atas UU No 30/2004 tentang
Jabatan Notaris.
Sumber :